Mampukah Calon Incumbent OKU Mengalahkan Kotak Kosong 9 Desember?
Oleh Muslimin Baijuri, S. Ag
Pasangan Calon Incumbent, Drs. H. Kuryana Azis dan Drs Johan Anuar SH MM telah berjaya dalam meraup dan membabat habis 12 Partai Politik pemenang pemilu OKU hingga pasangan ini dipastikan melenggang menjadi satu-satunya pasangan calon bupati dan wakil bupati OKU tanpa ada lawan.
Namun sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi, calon tunggal bukan tidak ada lawan melainkan Tabung Kosong atau Kotak Kosong yang diputuskan menjadi lawan hingga KPU harus juga mensosialisasikan keberadaan kotak kosong bagi masyarakat yang tidak memilih calon tunggal.
Oleh karena itulah, mengamati pergerakan pilkada 9 Desember 2020 mendatang, ada 270 daerah yang melaksanakan pilkada serentak, 27 daerah diantaranya calon tunggal akan berhadapan dengan kotak kosong termasuk kabupaten OKU.
Setelah pasangan H Eddy Yusuf SH MM - Ir H Helman gagal mendapatkan partai politik yang mengusungnya, kedua pasangan pesaing Kuryana-Johan ini dengan resmi memproklamirkan agar masyarakat dapat memilih dan memenangkan kotak kosong sebagai legitimasi dan jalan persimpangan yang mereka sebut perampasan hak berdemokrasi dengan aksi borong partai untuk menjegal mereka bersaing sebagai kontestan.
Bila mengutip pernyataan Eddy Yusuf bahwa anggaplah kotak kosong adalah ruh dan jiwa saya, maka mari kita menangkap kotak kosong sebagai implementasi bahwa masyarakat menginginkan kemajuan dan perubahan. Diri saya akan saya taruhkan untuk kemenangan masyarakat OKU.
Oleh karena itu, setelah memenangkan simpatik dan merebut habis partai politik pemenang pemilu OKU, mampukah pasangan Incumbent mengalahkan kotak kosong pada pencoblosan 9 Desember mendatang, pasca diproklamirkan oleh Eddy-Helman untuk pemenangan kotak kosong?
Bila mengamati dan mengupas perjalanan pilkada dari tahun ke tahun sampai pilkada serentak 2018, penoma kotak kosong selalu ada pengikutnya, meskipun kotak kosong selalu menelan kekalahan.
Cuma kemenangan kotak kosong mampu mengalahkan calon tunggal dalam pilkada di daerah Sulawesi. Artinya secara grafik pilkada calon tunggal melawan kotak kosong berakhir kekalahan kotak kosong.
Gejolak yang berhembus di pemberitaan dan di media sosial (medsos), kotak kosong menjadi kotak kosong seksi pasca digaungkan oleh Eddy-Helman bahkan menjadi " gunung es" yang makin lama makin meluas dan menjulang tinggi
Apalagi jika Eddy-Helman memiliki komitmen menjadi motor dan mentor dalam pemenangan kotak kosong yang dikawal kemenangannya. Dengan menciptakan para penggawa dari TPS, keluarahan dan desa, kecamatan sampai perhitungan suara di tingkat KPU. Dengan sendirinya KPU sebagai penyelenggara dan wasit dalam pilkada tugasnya semakin ringan dalam mensosialisasikan pilkada OKU karena ada kelompok yang mensosialisasikan kotak kosong meski sosialisasi itu menjadi bagian tugas penyelenggara.
Disisi lain KPU OKU harus tetap menunjukkan kredibilitasnya sebagai wasit yang tidak memiliki keberpihakan kepada calon incumbent maupun kotak kosong karena dengan gejolak yang tinggi di masyarakat akan memantik perselisihan jika KPU OKU berpihak.
Tentu saja calon incumbent Kuryana-Johan yang memiliki jargon Bekerja Lanjutkan tidak akan ber tinggal diam dan pastinya memutar otak agar tidak malu pada 9 Desember. Dengan kekuatan 12 parpol pengusung yang memiliki laskar 35 anggota dewan di DPRD OKU sebagai representasi suara rakyat, apakah mereka mampu menggerakkan mesin parpol sebagai ujung tombak perjuangannya meraup suara. Hal ini juga tergantung dengan strategi dan kepiawaian dalam merangkul dan mengajak serta meyakinkan rakyat untuk memilihnya.
Namun yang menjadi problem bagi calon incumbent, faktanya masyarakat hanya mampu berhitung soal pembangunan saat kepemimpinan Eddy Yusuf yang begitu maju dan calon incumbent sekaligus calon tunggal harus dapat berpikir bagaimana menjual ide dan gagasannya dalam menarik simpatik rakyat. Itu tentu tidak lewat kemajuan pembangunan karena persoalan kemajuan pembangunan tidak dapat diyakini pihaknya untuk dijual karena ini sudah membumi jargon miliknya kotak kosong yang ruhnya terdapat pada Eddy Yusuf.
Pada akhirnya calon incumbent harus kembali mengeluarkan kos politik lebih tinggi lagi pasca berhasil meyakinkan 12 parpol pemenang pemilu, yang tentunya tidak gratis untuk memakai semua parpol yang menjadi pengusungnya. Artinya biaya pengeluaran kos belanja politik akan makin bertambah dengan pengeluaran tim kampanye, penyediaan saksi TPS sampai berjenjang saksi ke tingkat KPU.
Jika Eddy Yusuf beserta laskarnya terus mengajak memenangkan kotak kosong, hingga menggerus pemikiran rakyat dan makin menggunung, bukan tidak mungkin incumbent dapat tumbang jika benar berhati-hati dalam menyusun strategi.
Sementara pihak kotak kosong yang jika dikawal secara masif dan terstruktur oleh pasukan Eddy Yusuf meski tidak ada saksi, maka tentu ini akan menyulitkan pihak incumbent dalam keleluasan bergerak.
Dalam pertarungan pilkada politik uang atau money politik meski dibungkus dengan gaji saksi dan tim sukses, ini sudah menjadi rahasia umum sepanjang proses pemilu maupun pilkada serentak, pasti akan terjadi dan ini juga akan mendapat pengawalan tim pemenangan kotak kosong.
Belum lagi jika adanya upaya tim kotak kosong yang pasti melakukan pengawalan penuh terhadap anggota KPUD yang semisalnya dikhawatirkan terjadi main mata, maka gerak langkah untuk melakukan kecurangan makin menemui jalan buntu.
Hingga pada kesimpulannya incumbent vs kotak kosong layaknya pertarungan dan atau duel (satu lawan satu) seperti incumbent melawan makhluk ghaib yang tidak terlihat wujudnya tapi nyata dalam pertempurannya.
Yang terpenting bagi masyarakat OKU harus dapat benar-benar cerdas memilih dan menyalurkan hak suaranya dengan benar agar siapapun terpilih, baikb incumbent alias Kuryana-Johan ataupun kotak kosong sebagai pemenangnya, itulah pilihan terbaik. Yang haram didalam pilkada itu jika suara anda sia-sia atau tidak menyalurkan hak suaranya dengan tidak memilih karena tanggung jawab memilih pemimpin ada ditangan rakyat, namun jika pemimpin itu berkhianat atau tidak amanah, maka itu menjadi tanggung jawabnya memikul dosa kepercayaan masyarakat banyak.
Berfikirlah yang cerdas karena kita butuh pemimpin lima tahunan. Yakinlah memimpin yang terpilih itu menjadi takdir dan ketetapan Yang Maha Kuasa dan tentunya menjadi harapan bersama OKU mendapat memimpin yang mencintai masyarakatnya dan masyarakat pun menyayangi pemimpinnya. (***)
Penulis : Muslimin Baijuri, S. Ag
Mantan Ketua NasDem OKU dan Ketua PWI OKU
Tidak ada komentar
Posting Komentar