Efektivitas Komunikasi dan Peta Politik Jelang Pilkada OKU 2020
OKU--liputansumsel.com--Kontestasi politik tahap pertama “memperebutkan” partai politik (parpol) pengusung bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Ogan Konering Ulu (OKU), memang masih berlangsung dalam proses di bawah arus; belum muncul kepermukaan. Dan, (mungkin) prosesnya akan berlangsung panjang dan alot, paling tidak sebelum masa tenggat pendaftaran calon di Komisi Pemilihan Umum (KPU) berakhir. Tetapi, friksi politik mulai memunculkan riak politik yang eskalatif dalam proses tahapan Pilkada OKU yang sedang berlangsung saat ini.
Nama-nama bakal calon yang selama ini jadi perbincangan, semakin menguat muncul ke hadapan publik. Nama Kuryana Azis dan Johan Anuar (Bupati dan Wakil Bupati incumbent), secara sosiologis mendominasi jagat narasi komunikasi politik diberbagai kalangan masyarakat. Kedua tokoh ini, dari catatan beberapa lembaga survei masih leading dari sisi popularitas dan elektabilitas hingga Januari 2020. Kondisi ini tentu sangat memengaruhi konten narasi komunikasi politik yang berhubungan dengan berbagai konteks politik jelang Pilkada OKU 2020 yang menyertainya.
Sehingga, jika titik kompromi politik bertemu dan semakin kuat bertaut, maka tak menutup kemungkinan kedua tokoh ini akan bersama lagi sebagai pasangan calon. Artinya terwujudnya BEKERJA Jilid 2, adalah sesuatu yang sangat realistis secara teknis politis. Walaupun saat ini, Johan Anuar sedang menghadapi proses hukum. Tetapi, status hukum JA (begitu biasa ia disebut) itu, tidak menghalangi dirinya baik secara regulatif, administratif maupun secara hukum untuk maju sebagai calon dalam Pilkada OKU 2020, sebelum proses dan status hukumnya (dalam berbagai tingkatan), memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). Kecuali JA memutuskan tak maju, karena ingin fokus menyelesaikan masalah hukumnya, maka ini lain lagi pokok soalnya.
Tapi bukan politik Pilkada namanya, kalau ada “jarum jatuh” tak menjadi perbincangan. Kondisi politik terkini, terbaginya fokus JA dalam situasi politik dan hukum, tentu akan menjadi catatan penting bagi para tokoh lainnya, untuk menawarkan kemungkinan politik agar dapat dilirik oleh Kuryana Azis sebagai pasangannya. Hal ini, dalam pandangan saya, dikarenakan posisi strategis Kuryana Azis, baik sebagai Bupati incumbent maupun sebagai tokoh sentral yang memiliki vote getter tinggi untuk menarik simpati pemilih.
Maka, tokoh-tokoh yang sudah mulai muncul kepermukaan, sebut saja seperti Sumaiyah MZ, Kombespol Lamazi AS (atau tokoh lainnya nanti yang akan terus bermunculan), selain saat ini sedang bersosialisasi menyatakan diri untuk maju sebagai calon bupati, saya kira juga tak menutup kemungkinan, dengan mencermati dua posisi strategis Kuryana Azis secara teknis politis tersebut, akan membuat fokus kedua dengan meyakinkan incumbent ini untuk memberi sinyal bersedia berpasangan dengannya.
Tapi, menurut saya, itu pokok soal berikutnya. Sebagai incumbent, Kuryana Azis (dan mungkin bersama JA), telah mencermati dan mengkalkulasi eskalasi politik yang terus bergerak dinamis. Paling tidak ada tiga pokok soal yang harus dicermati dengan seksama oleh Kuryana Azis. Pertama, secara efektif tetap berkomunikasi dan mencermati sikap politik (akhir) JA. Apakah JA akan tetap maju bersama, atau tidak maju (karena ingin fokus dengan penyelesaian masalah hukumnya), tetapi memberikan “rekomendasi” politik siapa yang akan menggantikan dirinya. Kedua, memperhitungkan masukan dan dukungan dari kubu Herman Deru, dengan posisinya sebagai Gubernur Sumatera Selatan, Deru tentu ingin “berbasah-basah” dalam Pilkada OKU. Dan, ketiga, memperhatikan dengan seksama arah dukungan partai politik calon pengusung utama sebagai perahu atau kendaraan politiknya nanti.
Tiga hal yang “menentukan” itu menarik dinanti. Bagaimana sikap akhir dari kubu JA? Apakah JA tetap memutuskan maju, atau memilih fokus menyelesaikan masalah hukumnya. Keputusan politik JA maju atau tidak maju, secara politis akan memberikan pengaruh signifikan terhadap konstelasi politik jelang Pilkada OKU. Berikutnya, kubu Herman Deru, tentu juga akan menyiapkan dan menawarkan opsi-opsi politik yang akan memengaruhi berkembangnya dinamika politik dalam hari-hari ke depan.
Lalu prediksi peta dukungan parpol yang memiliki kursi di DPRD OKU. Ada 12 parpol yang memperoleh kursi di DPRD OKU, yaitu Gerindra 5 kursi (14,28%), PAN 4 kursi (11,42%), Golkar 4 kursi (11,42%), Hanura 4 kursi (11,42%), PDIP 3 kursi (8,57%), NasDem 3 kursi (8,57%), PKB 3 kursi (8,57%), Demokrat 3 kursi (8,57%), PPP 2 kursi (5,71%), PKS 2 kursi (5,71%), PBB 1 kursi (2,85%), dan PKPI 1 kursi (2,85%), total 35 kursi. Memperhatikan kondisi itu, saya kira, parpol pengusung akan sarat dengan hitung-hitungan realistis, kemana akhirnya dukungan akan dilabuhkan.
Sebab, jika mencermati prosentase perolehan jumlah kursi di DPRD OKU tersebut, maka tidak ada parpol yang memperoleh 7 kursi (20%), artinya tidak ada parpol yang dapat mengusung calon sendiri. Sebagaimana diatur dalam PKPU Nomor 15 tahun 2017, perubahan dari PKPU Nomor 3 tahun 2017, bahwa setiap bakal calon kepala daerah tingkat kabupaten/kota harus mendapat dukungan partai politik minimal 20% dari total jumlah kursi di DPRD, atau 25% suara sah. Dengan demikian, seluruh parpol yang memiliki kursi di DPRD OKU tidak bisa mengusung calon sendirian, tetapi harus koalisi. Di mana keputusan akhir koalisi serta penetapan dukungan terhadap calon ada di tangan DPP parpol masing-masing.
Opsi politik seperti apa yang akan diambil oleh Kuryana Azis, jika beliau mantap maju sebagai incumbent dalam Pilkada OKU? Saya kira apapun opsi yang akan diambil nantinya, harus dimulai dengan menganalisa perkembangan politik secara cermat dan terukur terkait dengan tiga hal tersebut. Semakin cermat, semakin terukur maka akan semakin mengkrucut pula langkah serta opsi politik yang akan diambil oleh incumbent.
Kuncinya komunikasi politik harus berlangsung efektif dengan semua kalangan. Friksi politik pasti akan muncul dalam berbagai wujud dan dimensi, pusaran pertarungan lobby politik, tentu juga semakin kencang putarannya. Walau putaran itu masih berlangsung di bawah arus. Disinilah diperlukan kecermatan dan kepiawaian untuk membangun harmoni politik. Harapan sebagian besar rakyat OKU tetap harus menjadi rujukan, apa aspirasi terbesar rakyat terhadap kriteria tokoh pemimpin OKU yang paling diinginkan. Itulah kuncinya, sebab pada akhirnya rakyatlah yang memilih.
Inilah demokrasi, kita semua tentu berharap bahwa kualitas demokrasi dalam Pilkada OKU 2020 akan semakin baik dan kontestasi politik kali ini akan berlangsung aman dan damai. Harapan berikutnya tentu saja para kandidat dapat meraih simpati politik calon pemilih dengan menawarkan program-program yang dibutuhkan rakyat OKU, bukan sekedar menawarkan janji. Rakyat berharap pembangunan secara merata dapat dinikmati di seluruh penjuru OKU. Terakhir, siapapun nanti yang terpilih, maka kita berharap pasangan calon itu terpilih secara demokratis dan menjadi pemimpin yang amanah serta mengabdi kepada kepentingan seluruh rakyat OKU. Tabik! (*)
Nama-nama bakal calon yang selama ini jadi perbincangan, semakin menguat muncul ke hadapan publik. Nama Kuryana Azis dan Johan Anuar (Bupati dan Wakil Bupati incumbent), secara sosiologis mendominasi jagat narasi komunikasi politik diberbagai kalangan masyarakat. Kedua tokoh ini, dari catatan beberapa lembaga survei masih leading dari sisi popularitas dan elektabilitas hingga Januari 2020. Kondisi ini tentu sangat memengaruhi konten narasi komunikasi politik yang berhubungan dengan berbagai konteks politik jelang Pilkada OKU 2020 yang menyertainya.
Sehingga, jika titik kompromi politik bertemu dan semakin kuat bertaut, maka tak menutup kemungkinan kedua tokoh ini akan bersama lagi sebagai pasangan calon. Artinya terwujudnya BEKERJA Jilid 2, adalah sesuatu yang sangat realistis secara teknis politis. Walaupun saat ini, Johan Anuar sedang menghadapi proses hukum. Tetapi, status hukum JA (begitu biasa ia disebut) itu, tidak menghalangi dirinya baik secara regulatif, administratif maupun secara hukum untuk maju sebagai calon dalam Pilkada OKU 2020, sebelum proses dan status hukumnya (dalam berbagai tingkatan), memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). Kecuali JA memutuskan tak maju, karena ingin fokus menyelesaikan masalah hukumnya, maka ini lain lagi pokok soalnya.
Tapi bukan politik Pilkada namanya, kalau ada “jarum jatuh” tak menjadi perbincangan. Kondisi politik terkini, terbaginya fokus JA dalam situasi politik dan hukum, tentu akan menjadi catatan penting bagi para tokoh lainnya, untuk menawarkan kemungkinan politik agar dapat dilirik oleh Kuryana Azis sebagai pasangannya. Hal ini, dalam pandangan saya, dikarenakan posisi strategis Kuryana Azis, baik sebagai Bupati incumbent maupun sebagai tokoh sentral yang memiliki vote getter tinggi untuk menarik simpati pemilih.
Maka, tokoh-tokoh yang sudah mulai muncul kepermukaan, sebut saja seperti Sumaiyah MZ, Kombespol Lamazi AS (atau tokoh lainnya nanti yang akan terus bermunculan), selain saat ini sedang bersosialisasi menyatakan diri untuk maju sebagai calon bupati, saya kira juga tak menutup kemungkinan, dengan mencermati dua posisi strategis Kuryana Azis secara teknis politis tersebut, akan membuat fokus kedua dengan meyakinkan incumbent ini untuk memberi sinyal bersedia berpasangan dengannya.
Tapi, menurut saya, itu pokok soal berikutnya. Sebagai incumbent, Kuryana Azis (dan mungkin bersama JA), telah mencermati dan mengkalkulasi eskalasi politik yang terus bergerak dinamis. Paling tidak ada tiga pokok soal yang harus dicermati dengan seksama oleh Kuryana Azis. Pertama, secara efektif tetap berkomunikasi dan mencermati sikap politik (akhir) JA. Apakah JA akan tetap maju bersama, atau tidak maju (karena ingin fokus dengan penyelesaian masalah hukumnya), tetapi memberikan “rekomendasi” politik siapa yang akan menggantikan dirinya. Kedua, memperhitungkan masukan dan dukungan dari kubu Herman Deru, dengan posisinya sebagai Gubernur Sumatera Selatan, Deru tentu ingin “berbasah-basah” dalam Pilkada OKU. Dan, ketiga, memperhatikan dengan seksama arah dukungan partai politik calon pengusung utama sebagai perahu atau kendaraan politiknya nanti.
Tiga hal yang “menentukan” itu menarik dinanti. Bagaimana sikap akhir dari kubu JA? Apakah JA tetap memutuskan maju, atau memilih fokus menyelesaikan masalah hukumnya. Keputusan politik JA maju atau tidak maju, secara politis akan memberikan pengaruh signifikan terhadap konstelasi politik jelang Pilkada OKU. Berikutnya, kubu Herman Deru, tentu juga akan menyiapkan dan menawarkan opsi-opsi politik yang akan memengaruhi berkembangnya dinamika politik dalam hari-hari ke depan.
Lalu prediksi peta dukungan parpol yang memiliki kursi di DPRD OKU. Ada 12 parpol yang memperoleh kursi di DPRD OKU, yaitu Gerindra 5 kursi (14,28%), PAN 4 kursi (11,42%), Golkar 4 kursi (11,42%), Hanura 4 kursi (11,42%), PDIP 3 kursi (8,57%), NasDem 3 kursi (8,57%), PKB 3 kursi (8,57%), Demokrat 3 kursi (8,57%), PPP 2 kursi (5,71%), PKS 2 kursi (5,71%), PBB 1 kursi (2,85%), dan PKPI 1 kursi (2,85%), total 35 kursi. Memperhatikan kondisi itu, saya kira, parpol pengusung akan sarat dengan hitung-hitungan realistis, kemana akhirnya dukungan akan dilabuhkan.
Sebab, jika mencermati prosentase perolehan jumlah kursi di DPRD OKU tersebut, maka tidak ada parpol yang memperoleh 7 kursi (20%), artinya tidak ada parpol yang dapat mengusung calon sendiri. Sebagaimana diatur dalam PKPU Nomor 15 tahun 2017, perubahan dari PKPU Nomor 3 tahun 2017, bahwa setiap bakal calon kepala daerah tingkat kabupaten/kota harus mendapat dukungan partai politik minimal 20% dari total jumlah kursi di DPRD, atau 25% suara sah. Dengan demikian, seluruh parpol yang memiliki kursi di DPRD OKU tidak bisa mengusung calon sendirian, tetapi harus koalisi. Di mana keputusan akhir koalisi serta penetapan dukungan terhadap calon ada di tangan DPP parpol masing-masing.
Opsi politik seperti apa yang akan diambil oleh Kuryana Azis, jika beliau mantap maju sebagai incumbent dalam Pilkada OKU? Saya kira apapun opsi yang akan diambil nantinya, harus dimulai dengan menganalisa perkembangan politik secara cermat dan terukur terkait dengan tiga hal tersebut. Semakin cermat, semakin terukur maka akan semakin mengkrucut pula langkah serta opsi politik yang akan diambil oleh incumbent.
Kuncinya komunikasi politik harus berlangsung efektif dengan semua kalangan. Friksi politik pasti akan muncul dalam berbagai wujud dan dimensi, pusaran pertarungan lobby politik, tentu juga semakin kencang putarannya. Walau putaran itu masih berlangsung di bawah arus. Disinilah diperlukan kecermatan dan kepiawaian untuk membangun harmoni politik. Harapan sebagian besar rakyat OKU tetap harus menjadi rujukan, apa aspirasi terbesar rakyat terhadap kriteria tokoh pemimpin OKU yang paling diinginkan. Itulah kuncinya, sebab pada akhirnya rakyatlah yang memilih.
Inilah demokrasi, kita semua tentu berharap bahwa kualitas demokrasi dalam Pilkada OKU 2020 akan semakin baik dan kontestasi politik kali ini akan berlangsung aman dan damai. Harapan berikutnya tentu saja para kandidat dapat meraih simpati politik calon pemilih dengan menawarkan program-program yang dibutuhkan rakyat OKU, bukan sekedar menawarkan janji. Rakyat berharap pembangunan secara merata dapat dinikmati di seluruh penjuru OKU. Terakhir, siapapun nanti yang terpilih, maka kita berharap pasangan calon itu terpilih secara demokratis dan menjadi pemimpin yang amanah serta mengabdi kepada kepentingan seluruh rakyat OKU. Tabik! (*)
Tidak ada komentar
Posting Komentar