SIKECIL MENJADI PERHATIAN BAGI NEGERI KITA
![]() | |
Poto Solopos.com |
Artikel
ini ditulis Suti Hayati, Windi Afriani Azhari,
Zaini Ghani, Mila Novriani, Widya Ika Juliana dari Mahasiswa Akuntansi,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jambi
liputansumsel.com--Si kecil ini
sangat tangguh, sangat kuat dan sangat berpengaruh di Negara tercinta kita ini
yakni Indonesia. Nah, kalian pasti bertanya-tanya siapa sikecil yang dimaksud?
Si kecil yang dimaksud yaitu UMKM atau Usaha Mikro Kecil Menengah. Menurut Amir Machmud (2017) pengertian dari
UMKM itu sendiri yaitu sekelompok orang atau individu yang dengan segala daya
upaya miliknya berusaha dibidang perekonomian dalam skala yang sangat terbatas.
Di Indonesia sendiri terdapat cukup banyak UMKM yang berdiri. Justru UMKM
dinilai menjadi sector ekonomi yang tangguh di kala berhadapan dengan krisis,
baik di tahun 1997 maupun kris global yang melanda baru-baru ini. Sekaligus
mempunyai ketahanan yang relative lebih baik dibandingkan dengan usaha yang
besar karena UMKM tidak bergantung pada bahan baku impor.
UMKM
memiliki potensi untuk menciptakan ekonomi baru didaerah melalui UMKM unggulan
di daerah yang dapat meningkatkan aktivitas local sehingga meningkatkan
aktivitas ekonomi baru, menyerap tenaga kerja sehingga perekonomian di daerah
berputar. Dengan berputarnya roda perekonomian di daerah-daerah Indonesia maka
akan membuat daerah tersebut menjadi produktif. Yang akan berdampak pada
majunya perekonomian di daerah tersebut, kurangnya angka pengangguran dan
kemiskinan.
UMKM
dapat bertujuan untuk pembangunan nasional dan menciptakan lapangan kerja yang
sangat berkontribusi dalam upaya mengurangi pengangguran dan angka kemiskinan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2009, Indonesia memiliki
51,3 juta unit UMKM atau sekitar 99,91% dari total pelaku usaha yang bergerak
disektor UMKM. Selain itu, terdapat 97,1% atau sekitar 90,9 juta tenaga kerja
di negeri ini yang bergantung pada sektor UMKM. Kontribusi UMKM bagi produk
domestic bruto (PDB) mencapai 2.609,4 triliun rupiah atau 55,6%. UMKM juga
menyumbang devisa Negara sebesar 183,8 triliun rupiah atau 20,2 %. Selanjutnya
UMKM juga turut andil bagi pertumbuhan ekonomi nasional sebesar dua hingga
empat persen dan nilai investasinya signifikan mencapai 640,4 triliun rupiah
atau 52,9%.
Menurut
Amir Machmud (2017) permasalahan klasik dari UMKM itu sendiri yaitu
keterbatasan modal. Namun para UMKM cenderung meminjam modal pada sumber-sumber
informal seperti rentenir, unit simpan pinjam dan bentuk-bentuk lain. Karena sumber-sumber informal lebih
fleksibel, persyaratannya tidak serumit perbankan serta penacairan kredit yang
lebih mudah.
Dalam
operasionalnya sumber dana informal tersebut menerapkan bunga, hal ini pun
berakibat pada eksistensinya UMKM. Ketika usahanya mengalami kendala yang berakibat
kerugian maka UMKM harus membayar beban bunga. Kondisi ini lah yang menyebabkan
ketidakberdayaan UMKM yang dapat bermuara pada meningkatnya angka kemiskinan. Dalam
perspektif islam sendiri, kemiskinan dapat timbul salah satunya karena
ketidakpedulian dan kebakhilan kelompok kaya terdapat pada (Q.S Ali Imran [3] :
180 ; Q.S Al-Ma’arij)
UKM
menghadapi dua permasalahan utama yaitu finansial dan nonfinansial. Menurut
Urata (2000) dalam Muhyi dkk. (2016), yang tergolong masalah finansial antara
lain:
1. Kurangnya kesesuaian antara dana yang
tersedia dan dana yang dapat diakses oleh UMKM.
2. Tidak adanya pendekatan yang sistematis
dalam pendanaan UKM
3. Adanya biaya transaksi yang tinggi
4. Kurangnya akses ke sumber danan formal
5. Adanya bunga kredit untuk investasi ataupun
untuk modal kerja
6. Banyaknya UKM yang belum bankable
Masalah nonfinansial antara lain:
1. Kurangnya pengetahuan atas teknologi
produksi dan quality control
2. Kurangnya pengetahuan pemasaran
3. Kurangnya pemahaman mengenai keuangan
dan akuntansi
Untuk
menghadapi permasalahan ini, kita dapat menempatkan prinsip syariah. Saat ini,
bank syariah telah melakukan kerja sama dalam penyaluran pembiayaan ke sector
UMKM. Kerja sama yang dilakukan berupa pembiayaan menggunakan konsep linkage , yaitu bank syariah yang lebih
besar akan menyalurkan pembiaayaan UMKM nya melalui lembaga keuangan syariah
yang lebih kecil seperti BPRS dan BMT.
Seiring
dengan perkembangannya, lembaga keuangan berbasis syariah menunjukkan
pertumbuhan yang sangat pesat. Seperti pembiayaan BUS (Bank UMum Syariah) dan
UUS (Unit Usaha Syariah) pada sector UMKM pada akhir tahun 2010 mencapai
52,6 triliun rupiah atau dengan porsi (share) sebesar 77,1% dari seluruh
pembiayaan yang diberikan BUS dan UUS ke sector usaha. Kondisi tersebut
memberikan indikasi bahwa peranan bank syariah dalam pengembangan sector riil
dalam hal ini UMKM menunjukkan porsinya.
Pada
tahun 2008 pemerintah juga telah meluncurkan program pembiayaan baru bagi UMKM
dan koperasi, yaitu kredit usaha rakyat (KUR). Dana yang di sediakan sebesar
14,5 triliun rupiah dan disalurkan melalui enam bank yaitu BRI, BNI, BTN,
Bukopin, Bank Mandiri,, dan Bank Syariah Mandiri. Kredit yang diberikan mulai
dari 5jt sampai 500jt rupiah dengan bunga sebesar 16% per tahun.
Berkaca
dari fenomena di atas, tentu harus ada solusi yang dilakukan untuk mencari
jalan keluarnya. Yaitu dengan menempatkan UMKM sebagai subjek dan ekonomi islam sebagai prinsip dasar
operasional, dalam sinergi antara pihak pemerintah dan dunia perbankan. Harapannya,
konsep ekonomi islam dapat memberikan kontribusi di tengah pencarian bentuk
ideal pemberdayaan UMKM diindonesia. Tujuan akhirnya tak lain adalah mencapai
hasil seoptimal mungkin, mengurangi angka kemiskinan, sekaligus memajukan
pengembangan ekonomi diindonesia. Jika para pengusaha UMKM melakukan
pengembangan usahanya dengan prinsip ekonomi islam maka kebutuhan akhiratnya
juga akan terpenuhi tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan dunia semata.
Tidak ada komentar
Posting Komentar