Arif Awlan SH: Pasangan Beriman Diyakini Dapat Calon di Pilkada OKU
BATURAJA – liputansumsel- Pasangan H Eddy Yusuf SH dan Ir H Helman yang memiliki jargon Beriman diyakini dapat menjadi pasangan calon bupati dan wakil bupati OKU dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) pada 9 Desember mendatang.
Hal ini dikemukakan oleh Arif Awlan SH, yang berprofesi sebagai lawyer beralamat di Perum Holindo Blok T Nomor 7 Baturaja Permai Baturaja Timur Kabupaten OKU kepada awak media, Minggu (18/7) sekitar pukul 10.00 wib.
“ Masyarakat tidak perlu khawatir soal apakah Eddy Yusuf bisa mencalonkan sebagai bupati atau tidak. Yang jelas Eddy Yusuf diyakini dapat kembali mencalonkan diri sebagai bupati OKU meskipun undang-undang nomor 1 tahun 2020 belum dilakukan perubahan terkait bunyi pasal yang mengatakan mantan wakil gubernur tidak bisa mencalonkan kepala daerah dibawahnya,” terangnya.
Mengapa demikian? Karena menurut Arif sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) terkait hal ini dan memang harus diatur dalam keputusan PKPU baru dan sebelum pasangan ini masuk dalam tahapan pendaftaran maka akan ada perubahan atau revisi bunyi PKPU terkait soal bunyi pasal yang mengganjal Eddy Yusuf karena sudah ada keputusan MA.
“ Jadi tidak ada keraguan sama sekali dan pasangan Beriman saya yakin akan melenggang menjadi pasangan calon bupati dan wakil bupati OKU di Pilkada 9 Desember mendatang. Masyarakat jangan lagi berpikir soal ini karena sudah ada tim yang mengurusnya. Teruslah berjuang untuk mengantarkan pasangan ini menjadi bupati dan wakil bupati dalam pilkada dipenghujung tahun 2020 ini,” tegasnya.
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menunggu petunjuk KPU RI, terkait adanya putusan Mahkamah Agung (MA), membatalkan larangan pencalonan kepala daerah, yang pernah menjabat posisi lebih tinggi untuk mencalonkan diri di Pilkada 2020.
Hal ini juga terjadi di Sumsel, mantan Wakil Gubernur Sumsel Eddy Yusuf akan maju pada Pilkada Kabupaten OKU.
Menurut Hepriyadi, putusan MA tersebut akan ditindaklanjuti, dan perlu diatur dalam PKPU yang baru, dan pihaknya sekarang masih berkoordinasi dengan KPU RI.
“ Tapi menurut aku, kalau sudah ada keputusan itu, kita sebenarnya sebagai penyelenggara mengikuti aturan itu. Cuma aturan itu harus masuk dalam aturan KPU. Apakah nanti bentuknya perubahan PKPU atau lainnya,” jelas Hepriyadi.
Dijelaskan pengacara nonaktif ini, jika cukup jelas di pasal itu, soal pasal pencalonan balon kepala daerah oleh MA diputuskan tidak berlaku atau tidak mengikat. Sehingga harus dihapus, dan PKPU yang ada soal pencalonan diubah.
“Kita masih menunggu, tapi kalau secara hukum karena sudah ada putusan MA seharusnya bisa. Jadi, kalau nanti saudara Eddy Yusuf mendaftar di KPU OKU, nanti tetap harus diterima dan diverifikasi. Tapi kita tetap menunggu instruksi KPU RI atau aturan positifnya Dan sikap penyelenggara pemilu harus sama dari pusat hingga kabupaten,” ujarnya.
Ditambahkan Hepriyadi, berdasarkan judicial review MA yang diajukan mantan Wagub Sumut untuk maju Pilkada kabupaten telah diterima. Artinya, sebagai sumber hukumnya, KPU akan membuat hukum positifnya dalam bentuk menjalankannya putusan MA, dan pihaknya masih menunggu KPU RI, mengingat pencalonan kepala daerah di KPU berlangsung pada Agustus-September 2020.
“Kita selalu berkonsultasi ke KPU RI, karena yang digugat KPU RI. Tapi secara prinsip boleh menurut aku, karena sudah ada perintah MA, jika pasal itu tidak berlaku dan harus dihapus atau direvisi,” ungkap Hepriyadi kepada media Sumatera Update.
Hal senada juga disampaikan mantan Komisioner KPU OKU Selatan, Dian, menurutnya ia sangat sependapat dengan anggota KPU Sumsel, Hepriyadi karena sudah ada putusan MA dan perintah MA, maka kita tunggu saja nantinya tentang perubahan pasal tersebut karena sudah dianggap tidak berlaku.(Yan)
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan judicial review mantan Wakil Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Brigjen TNI (Purn) Nurhajizah. Alhasil, Nurhajizah bisa mencalonkan diri sebagai calon Bupati Asahan pada Pilkada Serentak 2020.
Kasus bermula saat Nurhajizah purnatugas sebagai Wagub Sumut pada 2018 karena sudah 5 tahun menjabat. Setelah itu, ia pulang kampung ke Asahan.
Belakangan, Nurhajizah mengklaim mendapat dukungan dari masyarakat agar menjadi Calon Bupati Asahan. Namun, niatnya terkendala Pasal 4 Ayat (1) huruf p angka 2 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga:
Imbas Corona, KPU Tunda 3 Tahapan Pilkada 2020
Pasal yang dimaksud berbunyi:
Warga Negara Indonesia dapat menjadi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Belum pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur bagi calon Bupati, calon Wakil Bupati, calon Walikota atau calon Wakil Walikota di daerah yang sama.
Atas larangan itu, maka Nurhajizah mengajukan judicial review PKPU itu ke MA. Gayung bersambut. MA mengabulkan.
"Menyatakan Pasal 4 Ayat (1) huruf p angka 2 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Juncto Pasal 4 Ayat (1) huruf p angka 2 Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Juncto Pasal 4 Ayat (1) huruf p angka 2 Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi putusan Nomor 6 P/HUM/2020 yang dilansir MA, Senin (23/3/2020).
Hal ini dikemukakan oleh Arif Awlan SH, yang berprofesi sebagai lawyer beralamat di Perum Holindo Blok T Nomor 7 Baturaja Permai Baturaja Timur Kabupaten OKU kepada awak media, Minggu (18/7) sekitar pukul 10.00 wib.
“ Masyarakat tidak perlu khawatir soal apakah Eddy Yusuf bisa mencalonkan sebagai bupati atau tidak. Yang jelas Eddy Yusuf diyakini dapat kembali mencalonkan diri sebagai bupati OKU meskipun undang-undang nomor 1 tahun 2020 belum dilakukan perubahan terkait bunyi pasal yang mengatakan mantan wakil gubernur tidak bisa mencalonkan kepala daerah dibawahnya,” terangnya.
Mengapa demikian? Karena menurut Arif sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) terkait hal ini dan memang harus diatur dalam keputusan PKPU baru dan sebelum pasangan ini masuk dalam tahapan pendaftaran maka akan ada perubahan atau revisi bunyi PKPU terkait soal bunyi pasal yang mengganjal Eddy Yusuf karena sudah ada keputusan MA.
“ Jadi tidak ada keraguan sama sekali dan pasangan Beriman saya yakin akan melenggang menjadi pasangan calon bupati dan wakil bupati OKU di Pilkada 9 Desember mendatang. Masyarakat jangan lagi berpikir soal ini karena sudah ada tim yang mengurusnya. Teruslah berjuang untuk mengantarkan pasangan ini menjadi bupati dan wakil bupati dalam pilkada dipenghujung tahun 2020 ini,” tegasnya.
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menunggu petunjuk KPU RI, terkait adanya putusan Mahkamah Agung (MA), membatalkan larangan pencalonan kepala daerah, yang pernah menjabat posisi lebih tinggi untuk mencalonkan diri di Pilkada 2020.
Hal ini juga terjadi di Sumsel, mantan Wakil Gubernur Sumsel Eddy Yusuf akan maju pada Pilkada Kabupaten OKU.
Menurut Hepriyadi, putusan MA tersebut akan ditindaklanjuti, dan perlu diatur dalam PKPU yang baru, dan pihaknya sekarang masih berkoordinasi dengan KPU RI.
“ Tapi menurut aku, kalau sudah ada keputusan itu, kita sebenarnya sebagai penyelenggara mengikuti aturan itu. Cuma aturan itu harus masuk dalam aturan KPU. Apakah nanti bentuknya perubahan PKPU atau lainnya,” jelas Hepriyadi.
Dijelaskan pengacara nonaktif ini, jika cukup jelas di pasal itu, soal pasal pencalonan balon kepala daerah oleh MA diputuskan tidak berlaku atau tidak mengikat. Sehingga harus dihapus, dan PKPU yang ada soal pencalonan diubah.
“Kita masih menunggu, tapi kalau secara hukum karena sudah ada putusan MA seharusnya bisa. Jadi, kalau nanti saudara Eddy Yusuf mendaftar di KPU OKU, nanti tetap harus diterima dan diverifikasi. Tapi kita tetap menunggu instruksi KPU RI atau aturan positifnya Dan sikap penyelenggara pemilu harus sama dari pusat hingga kabupaten,” ujarnya.
Ditambahkan Hepriyadi, berdasarkan judicial review MA yang diajukan mantan Wagub Sumut untuk maju Pilkada kabupaten telah diterima. Artinya, sebagai sumber hukumnya, KPU akan membuat hukum positifnya dalam bentuk menjalankannya putusan MA, dan pihaknya masih menunggu KPU RI, mengingat pencalonan kepala daerah di KPU berlangsung pada Agustus-September 2020.
“Kita selalu berkonsultasi ke KPU RI, karena yang digugat KPU RI. Tapi secara prinsip boleh menurut aku, karena sudah ada perintah MA, jika pasal itu tidak berlaku dan harus dihapus atau direvisi,” ungkap Hepriyadi kepada media Sumatera Update.
Hal senada juga disampaikan mantan Komisioner KPU OKU Selatan, Dian, menurutnya ia sangat sependapat dengan anggota KPU Sumsel, Hepriyadi karena sudah ada putusan MA dan perintah MA, maka kita tunggu saja nantinya tentang perubahan pasal tersebut karena sudah dianggap tidak berlaku.(Yan)
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan judicial review mantan Wakil Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Brigjen TNI (Purn) Nurhajizah. Alhasil, Nurhajizah bisa mencalonkan diri sebagai calon Bupati Asahan pada Pilkada Serentak 2020.
Kasus bermula saat Nurhajizah purnatugas sebagai Wagub Sumut pada 2018 karena sudah 5 tahun menjabat. Setelah itu, ia pulang kampung ke Asahan.
Belakangan, Nurhajizah mengklaim mendapat dukungan dari masyarakat agar menjadi Calon Bupati Asahan. Namun, niatnya terkendala Pasal 4 Ayat (1) huruf p angka 2 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga:
Imbas Corona, KPU Tunda 3 Tahapan Pilkada 2020
Pasal yang dimaksud berbunyi:
Warga Negara Indonesia dapat menjadi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Belum pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur bagi calon Bupati, calon Wakil Bupati, calon Walikota atau calon Wakil Walikota di daerah yang sama.
Atas larangan itu, maka Nurhajizah mengajukan judicial review PKPU itu ke MA. Gayung bersambut. MA mengabulkan.
"Menyatakan Pasal 4 Ayat (1) huruf p angka 2 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Juncto Pasal 4 Ayat (1) huruf p angka 2 Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Juncto Pasal 4 Ayat (1) huruf p angka 2 Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi putusan Nomor 6 P/HUM/2020 yang dilansir MA, Senin (23/3/2020).
Tidak ada komentar
Posting Komentar