Bukit Asam Raup Laba di Atas Rp 2 T
Jakarta, -– PT Bukit Asam Tbk raup laba di atas Rp 2 triliun, seiring peningkatan kinerja operasional hingga paruh pertama tahun 2019.
Demikian disampaikan Sekper PTBA Tbk, Suherman, Senin (16/9).
Menurut Suherman, tercatat kenaikan penjualan menjadi 13,40 juta ton atau naik 9,7% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan penjualan ini ditopang oleh kenaikan produksi batu bara Perseroan menjadi 12,8 juta ton atau mengalami kenaikan 14,1% dari semester I tahun 2018 dan kapasitas angkutan batu bara sebesar 11,7 juta ton atau mengalami kenaikan 5,5% dari kapasitas angkutan batu bara periode Januari hingga Juni 2018.
Menurut Suherman, pencapaian kinerja operasi Perseroan ini tak lepas dari strategi manajemen dalam mengoptimalkan peluang pasar ekspor ke beberapa negara seperti India, Korea Selatan, Hong Kong, Filipina, Taiwan dan sejumlah negara Asia lainnya, ditengah penurunan harga batu bara acuan (HBA). Serta tentunya didukung oleh keberhasilan dari strategi optimasi penjualan ekspor batu bara medium to high calorie ke premium market.
Dijelaskannya , sepanjang semester I tahun 2019, Perseroan mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp10,6 Triliun, yang terdiri dari pendapatan penjualan batu bara domestik sebesar 53%, penjualan batu bara ekspor sebesar 45% dan aktivitas lainnya sebesar 2% yang terdiri dari penjualan listrik, briket, minyak sawit mentah, jasa kesehatan rumah sakit dan jasa sewa.
Pendapatan usaha ini dipengaruhi oleh harga jual rata-rata batu bara yang turun sebesar 6,8% menjadi Rp778.821/ton dari Rp835.965/ton di semester I 2018. Penurunan tersebut disebabkan oleh pelemahan harga batubara Newcastle sebesar 38% maupun harga batu bara thermal Indonesia (Indonesian Coal Index / ICI) GAR 5000 sebesar 26% dibandingkan harga rata-rata Semester I 2019.
Suherman menjelaskan, beban pokok penjualan hingga paruh 2019 ini tercatat sebesar Rp6,96 Triliun atau mengalami kenaikan sebesar 13% dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp6,14 Triliun. Dengan komposisi dan kenaikan terbesar terjadi pada biaya angkutan kereta api seiring dengan peningkatan volume angkutan batubara dan kenaikan biaya jasa penambangan seiring dengan peningkatan produksi dan peningkatan stripping rasio pada semester pertama 2019 sebesar 4.6 dari 4.3 pada Semester 1 2018.
Dengan pendapatan dan peningkatan biaya tersebut, membuat pencapaian laba bersih Perseroan menjadi sebesar Rp2,01 triliun dengan EBITDA tercapai sebesar Rp3,19 triliun.
Adapun aset Perseroan per 30 Juni 2019 mencapai Rp23,41 Triliun dengan komposisi terbesar pada aset tetap sebesar 29% dan kas setara kas sebesar 23%. Kas dan setara kas (di luar deposito dengan jangka waktu lebih dari enam bulan) yang dimiliki Perseroan saat ini sebesar Rp5,29 Triliun, turun 16% per 31 Desember 2018 sebesar Rp6,30 Triliun.
Total liabilitas perseroan per sebesar Rp7,16 triliun yang 60% diantaranya merupakan liabilitas jangka pendek. Total liabilitas tersebut turun dibandingkan liabilitas per 31 Desember 2018.
Kondisi ini menyebabkan cash ratio atau cash and equivalent terhadap liabilitas jangka pendek Perseroan menjadi 122%, yang berarti Perseroan memiliki likuiditas kuat atau sangat mampu memenuhi liabilitas jangka pendek tepat waktu. (Rilis)
Demikian disampaikan Sekper PTBA Tbk, Suherman, Senin (16/9).
Menurut Suherman, tercatat kenaikan penjualan menjadi 13,40 juta ton atau naik 9,7% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan penjualan ini ditopang oleh kenaikan produksi batu bara Perseroan menjadi 12,8 juta ton atau mengalami kenaikan 14,1% dari semester I tahun 2018 dan kapasitas angkutan batu bara sebesar 11,7 juta ton atau mengalami kenaikan 5,5% dari kapasitas angkutan batu bara periode Januari hingga Juni 2018.
Menurut Suherman, pencapaian kinerja operasi Perseroan ini tak lepas dari strategi manajemen dalam mengoptimalkan peluang pasar ekspor ke beberapa negara seperti India, Korea Selatan, Hong Kong, Filipina, Taiwan dan sejumlah negara Asia lainnya, ditengah penurunan harga batu bara acuan (HBA). Serta tentunya didukung oleh keberhasilan dari strategi optimasi penjualan ekspor batu bara medium to high calorie ke premium market.
Dijelaskannya , sepanjang semester I tahun 2019, Perseroan mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp10,6 Triliun, yang terdiri dari pendapatan penjualan batu bara domestik sebesar 53%, penjualan batu bara ekspor sebesar 45% dan aktivitas lainnya sebesar 2% yang terdiri dari penjualan listrik, briket, minyak sawit mentah, jasa kesehatan rumah sakit dan jasa sewa.
Pendapatan usaha ini dipengaruhi oleh harga jual rata-rata batu bara yang turun sebesar 6,8% menjadi Rp778.821/ton dari Rp835.965/ton di semester I 2018. Penurunan tersebut disebabkan oleh pelemahan harga batubara Newcastle sebesar 38% maupun harga batu bara thermal Indonesia (Indonesian Coal Index / ICI) GAR 5000 sebesar 26% dibandingkan harga rata-rata Semester I 2019.
Suherman menjelaskan, beban pokok penjualan hingga paruh 2019 ini tercatat sebesar Rp6,96 Triliun atau mengalami kenaikan sebesar 13% dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp6,14 Triliun. Dengan komposisi dan kenaikan terbesar terjadi pada biaya angkutan kereta api seiring dengan peningkatan volume angkutan batubara dan kenaikan biaya jasa penambangan seiring dengan peningkatan produksi dan peningkatan stripping rasio pada semester pertama 2019 sebesar 4.6 dari 4.3 pada Semester 1 2018.
Dengan pendapatan dan peningkatan biaya tersebut, membuat pencapaian laba bersih Perseroan menjadi sebesar Rp2,01 triliun dengan EBITDA tercapai sebesar Rp3,19 triliun.
Adapun aset Perseroan per 30 Juni 2019 mencapai Rp23,41 Triliun dengan komposisi terbesar pada aset tetap sebesar 29% dan kas setara kas sebesar 23%. Kas dan setara kas (di luar deposito dengan jangka waktu lebih dari enam bulan) yang dimiliki Perseroan saat ini sebesar Rp5,29 Triliun, turun 16% per 31 Desember 2018 sebesar Rp6,30 Triliun.
Total liabilitas perseroan per sebesar Rp7,16 triliun yang 60% diantaranya merupakan liabilitas jangka pendek. Total liabilitas tersebut turun dibandingkan liabilitas per 31 Desember 2018.
Kondisi ini menyebabkan cash ratio atau cash and equivalent terhadap liabilitas jangka pendek Perseroan menjadi 122%, yang berarti Perseroan memiliki likuiditas kuat atau sangat mampu memenuhi liabilitas jangka pendek tepat waktu. (Rilis)
Tidak ada komentar
Posting Komentar