Guru Honorer Adukan Nasib Mereka Ke DPRD Oi
Indralaya.liputansumsel.com Sejumlah tenaga pendidik honorer Kategori 2 (K2) yang bertugas di-16 Kecamatan dalam lingkungan Kabupaten Ogan Ilir (OI) mendatangi kantor DPRD Kabupaten OI di Komplek Perkantoran Terpadu (KPT) Tanjung Senai Indralaya, Rabu siang (25/4) pukul 11.00.
Kedatangan mereka meminta kepada lembaga DPRD Kabupaten OI selaku penyambung lidah rakyat untuk memperjuangkan nasib mereka yang sudah belasan mengabdi sebagai tenaga pendidik. Namun sampai sekarang statusnya tidak jelas apakah pegawai honorer atau pegawai kontrak.
Mereka yang datang mempertanyakan kejelasan status umumnya merupakan tenaga pendidik dan staff yang bertugas di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri.
Tragisnya berdasarkan pengakuan salah seorang pegawai honorer K2 yakni Elius (47), warga Desa Nagasari Kecamatan Muara Kuang mengaku terpaksa harus nyambi bertani untuk mencukupi kebutuhan keluarga dengan satu isteri dan lima orang anak. Karena, untuk mengandalkan penghasilan sebagai tenaga honorer guru sangatlah tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga, mengingat gaji yang diperoleh tak lebih dari Rp 500 ribu perbulan.
"Disamping sebagai tenaga honorer yang mengasuh mata pelajaran olahraga, selama ini memang saya terpaksa nyambi bertani sawah pak. Karena, gaji yang didapat dari mengajar tidaklah mencukupi," keluh Elius yang mengaku sudah 14 tahun lebih menjadi guru honor di SMP Negeri 1 Muara Kuang.
Ia menjelaskan, dasar ia mengajar di SMP Negeri 1 Muara Kuang atas SK dari Kepala Sekolah, tentu gajinya bersumber dari dana BOS.
"Satu jam mengajar cuma digaji Rp 30 ribu. Satu minggu empat kali mengajar. Jadi total selama satu bulan gaji yang dibayarkan senilai Rp 480 ribu," katanya seraya mengaku usai mengajar, dirinya langsung pergi ke sawah untuk bertani.
Senada dikeluhakn Suhardi (47) tenaga honorer staff yang bertugas di SMP Negeri 1 Rantau Panjang. Ia mengaku sambil bertani. Alasannya tetap menjadi pegawai honorer di SMP Negeri karena kecintaannya terhadap dunia pendidikan.
"Sambil bertani sawah pak. Kalau hanya mengandalkan gaji dari tenaga honorer sangat jauh dari mencukupi," katanya. Elius dan Suhardi berharap agar lembaga DPRD Kabupaten OI dapat memperjuangkan nasib mereka minimal memperoleh kesejahteraan termasuk gaji serta mendapatkan SK dari Bupati dan bisa diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Menanggapi hal ini, sebagai wakil rakyat, Ketua DPRD Kabupaten OI Ir H Endang PU Ishak Msi merasa prihatin terhadap nasib 415 tenaga honorer K2 yang betugas di Kabupaten OI.
Menurut Endang, Bupati tidak lagi mengeluarkan SK honorer karena terbentur peraturan pemerintah. Sementara berdasarkan undang-undang yang boleh itu SK Kepala Dinas.
"Kami akan memanggil Kepala Dinas Pendidikan untuk mencarikan jalan keluar sehingga para guru honorer ada uang insentif," tandasnya seraya menyebut DPRD OI akan menugaskan Komisi IV untuk melakukan koordinasi dengan BKN.
Nurma Yunita salah satu tenaga guru honorer K2 mengungkapkan dirinya merasa lelah dengan status dari K2 yang tercatat sebagai tenaga honorer dan berubah sebagai honorer dengan SK bukan SK Bupati melainkan SK Kepala Sekolah.
"Pada saat pengumpulan berkas tiba-tiba SK Bupati kami terputus dan kami dianggap SK kami belum kuat sehingga kami tidak bisa mendaftarkan diri sebagai calon PNS dan kami meminta diperjuangkan SK kami dan insentif kami yang hingga saat ini belum kami dapatkan," harapnya.(rul)
Kedatangan mereka meminta kepada lembaga DPRD Kabupaten OI selaku penyambung lidah rakyat untuk memperjuangkan nasib mereka yang sudah belasan mengabdi sebagai tenaga pendidik. Namun sampai sekarang statusnya tidak jelas apakah pegawai honorer atau pegawai kontrak.
Mereka yang datang mempertanyakan kejelasan status umumnya merupakan tenaga pendidik dan staff yang bertugas di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri.
Tragisnya berdasarkan pengakuan salah seorang pegawai honorer K2 yakni Elius (47), warga Desa Nagasari Kecamatan Muara Kuang mengaku terpaksa harus nyambi bertani untuk mencukupi kebutuhan keluarga dengan satu isteri dan lima orang anak. Karena, untuk mengandalkan penghasilan sebagai tenaga honorer guru sangatlah tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga, mengingat gaji yang diperoleh tak lebih dari Rp 500 ribu perbulan.
"Disamping sebagai tenaga honorer yang mengasuh mata pelajaran olahraga, selama ini memang saya terpaksa nyambi bertani sawah pak. Karena, gaji yang didapat dari mengajar tidaklah mencukupi," keluh Elius yang mengaku sudah 14 tahun lebih menjadi guru honor di SMP Negeri 1 Muara Kuang.
Ia menjelaskan, dasar ia mengajar di SMP Negeri 1 Muara Kuang atas SK dari Kepala Sekolah, tentu gajinya bersumber dari dana BOS.
"Satu jam mengajar cuma digaji Rp 30 ribu. Satu minggu empat kali mengajar. Jadi total selama satu bulan gaji yang dibayarkan senilai Rp 480 ribu," katanya seraya mengaku usai mengajar, dirinya langsung pergi ke sawah untuk bertani.
Senada dikeluhakn Suhardi (47) tenaga honorer staff yang bertugas di SMP Negeri 1 Rantau Panjang. Ia mengaku sambil bertani. Alasannya tetap menjadi pegawai honorer di SMP Negeri karena kecintaannya terhadap dunia pendidikan.
"Sambil bertani sawah pak. Kalau hanya mengandalkan gaji dari tenaga honorer sangat jauh dari mencukupi," katanya. Elius dan Suhardi berharap agar lembaga DPRD Kabupaten OI dapat memperjuangkan nasib mereka minimal memperoleh kesejahteraan termasuk gaji serta mendapatkan SK dari Bupati dan bisa diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Menanggapi hal ini, sebagai wakil rakyat, Ketua DPRD Kabupaten OI Ir H Endang PU Ishak Msi merasa prihatin terhadap nasib 415 tenaga honorer K2 yang betugas di Kabupaten OI.
Menurut Endang, Bupati tidak lagi mengeluarkan SK honorer karena terbentur peraturan pemerintah. Sementara berdasarkan undang-undang yang boleh itu SK Kepala Dinas.
"Kami akan memanggil Kepala Dinas Pendidikan untuk mencarikan jalan keluar sehingga para guru honorer ada uang insentif," tandasnya seraya menyebut DPRD OI akan menugaskan Komisi IV untuk melakukan koordinasi dengan BKN.
Nurma Yunita salah satu tenaga guru honorer K2 mengungkapkan dirinya merasa lelah dengan status dari K2 yang tercatat sebagai tenaga honorer dan berubah sebagai honorer dengan SK bukan SK Bupati melainkan SK Kepala Sekolah.
"Pada saat pengumpulan berkas tiba-tiba SK Bupati kami terputus dan kami dianggap SK kami belum kuat sehingga kami tidak bisa mendaftarkan diri sebagai calon PNS dan kami meminta diperjuangkan SK kami dan insentif kami yang hingga saat ini belum kami dapatkan," harapnya.(rul)
Tidak ada komentar
Posting Komentar